Hukum Mendengarkan Musik Secara Langsung dan Melalui Perantara
Musik merupakan sesuatu yang menghiasi kehidupan manusia, terlebih pada zama digital seperti sekarang, musik bisa dijumpai di mana-mana, baik secara live semisal konser maupun melalui media audio-visual, seperti yang biasa kita jumpai di aplikasi yang banyak digandrungi oleh kaula muda, yakni YouTube. Mau mencari musik bergenre apa pun di media itu, dipastikan tersedia semua. Tinggal diklik kata kuncinya, maka semuanya berada di hadapan mata.
Berbicara soal musik memang terdapat perbedaan
pandangan dari para ulama terkait hukum memainkannya dan mendengarkannya. Ada
yang berpendapat boleh, makruh, haram secara mutlak, dan haram khusus alat
musik tertentu yang memang sudah di-manshûsh haram dalam hadits, bukan
semua jenis alat musik. Hal ini bisa kita lihat dalam pernyataan Imam Izzuddin
bin Abdissalam berikut:
قال العِزُّ بنُ عَبْدِ السَّلَامِ: أَمَّا العُوْدُ وَالآَلاَتُ
المَعْرُوْفَةُ ذَوَاتُ الأَوْتَارِ كَالرِّبَابَةِ وَالقَانُوْنِ، فَالمَشْهُورُ
مِنَ المَذاهِبِ الأَرْبَعَةِ أَنَّ الضَّرْبَ بِهِ وَسَمَاعَهُ حرَامٌ، وَالأَصَحُّ
أنهُ مِنَ الصَّغَائِرِ. وَذَهبَتْ طَائِفَةٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَمِنَ الأَئِمَّةِ المُجْتَهِدِيْنَ إلِى جَوَازِهِ
“Imam Izzudin bin Abdissalam menyatakan:
“Adapun alat musik yang terbuat dari kayu dan alat-alat lainnya yang
menggunakan senar semisal ribâbah dan qânûn maka menurut pendapat
yang masyhur dari empat mazhab, hukum memainkan dan mendengarkannya haram.
Menurut pendapat ashah dosa kecil, sedangkan menurut sejumlah sahabat, tabiin,
dan mujtahid lainnya hukum sah-sah saja”.
Pengharaman ini tentunya sudah melalui beberapa alasan
dan dalil baik dalil naqli maupun aqli (logika) dan pastinya, hal
ini terkait dengan alat-alat musik yang memang sudah di-nash langsung
oleh Rasulullah saw dalam beberapa hadits yang banyak diriwayatkan oleh para
ulama.
Sebagian hadits yang dibuat acuan oleh para ulama yang
setuju terhadap status keharaman memainkan dan mendengarkan musik tersebut
adalah:
عَنْ أَبي أُمَامَةَ رضي الله عنه قال : قال رسولُ الله
صلى الله عليه و سلم : بُعِثْتُ رَحْمَةً وَهُدًى لِلعَالَمِيْنَ لِمَحْقِ الأَوْثَانَ
وَالمَعَازِفَ وَالمَزَامِيْرَ وَأَمْرَ الجَاهِليَّةِ ثم قال : مَنْ شَرِبَ الخَمْرَ
فِي الدُّنيَا سَقَاهُ اللهُ جَهَنَّمَ مُعَذَّبًا أو مَغْفُوْرًا لَهُ
Diriwayatkan dari Abu Umamah berkata, Rasulullah saw
bersabda: “Aku diutus untuk menjadi rahmat dan petunjuk kepada sekalian alam
untuk menghancurkan berhala, alat-alat musik yang ditabuh, alat-alat musik yang
ditiup, dan persoalan masyarakat jahiliyah, kemudian Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa mimun khamr di dunia maka Allah swt akan meminumkannya jahanam
sebagai siksaan atau mengampuninya”. (HR. Imam al-Baihaqi).
Hadits lain yang juga dengan tegas melarang musik
sebagai berikut:
عَن عبدالرحمن بن غَنَم،حدثني أبو عامر، أو أبو مالك
الأشعري، أنه سمع رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول: لَيَكُوْنَنَّ فِي أُمتي
أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الخَمْرَ وَالحَرِيْرَ وَالمَعَازِفَ
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Ghazam dari Abu Amir
atau Abu Malik al-Asy’ari bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah saw
bersabda: “Pada umatku niscaya terdapat kaum yang menghalalkan khamr, sutera
dan alat-alat musik yang ditabuh”. (HR. Imam al-Bukhari).
Inilah beberapa dalil yang dikemukakan oleh ulama
dalam hukum mendengarkan musik. Oleh
sebab itu, siapa pun yang membiasakan diri mendengarkan alunan alat-alat musik sebagaimana yang sudah dijelaskan maka kesaksiannya
harus ditolak alias tidak diterima.
Sehubungan dengan
ini, Hujjatul-Islâm, Imam al-Ghazali mencoba menalar terhadap
status hukum mendengarkan musik yang beda di kalangan ulama. Dalam karya
monumentalnya, Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, al-Ghazali menyisakan space
khusus pembahasan seputar kesenian yang tentu di dalamnya ada hal yang terkait
dengan musik, dalam bab perbedaan ulama dalam persoalan samâ’
(mendengarkan bunyi).
Pada awal
pembahasan, al-Ghazali mencoba meluruskan pemahaman pendapat yang secara masif
menghukumi haram mendengarkan musik tanpa melihat alat musiknya dan efek yang
ditimbulkan. Beliau menyatakan bahwa pendapat yang menyatakan aktivitas
mendengarkan (bunyi, musik) itu haram harus dipahami bahwa Allah swt akan
menyiksa pelaku yang mendengarkan musik itu.
Hal semacam ini
tidak bisa hanya bersandar pada logika saja, tetapi mesti ditopang dengan dalil
naqli, sedangkan jalan untuk mengetahui hukum-hukum syariat hanya
terbatas pada nash atau melalui proses qiyâs terhadap nash.
Maksud nash di sini adalah hal-hal yang dijelaskan oleh Rasulullah saw
melalui ucapan dan perbuatan, dan maksud qiyas itu sendiri adalah
pengertian secara analogis yang dipahami dari ucapan dan perbuatan Nabi saw itu.
Dengan begitu, jika tak ada satu pun nash atau qiyas terhadap nash
yang menvonis haram pada persoalan mendengarkan bunyi/musik maka pendapat yang
mengharamkannya tertolak dengan sendirinya.
Dengan demikian,
aktivitas mendengarkan lagu dan musik secara hukum asal sebenarnya tidak
masalah (mubah). Namun, kemudian al-Ghazali mengecualikan mendengarkan musik
dari alat musik yang memang ada nash dari Rasulullah saw terkait
keharamannya, seperti hadits di depan. Tentunya, menurut al-Ghazali, larangan
tersebut bukan karena esensi dari alat musik itu sendiri, tetapi sebab faktor
eksternal karena alat-alat musik yang disebutkan dalam hadits sudah menjadi
syiar orang-orang bejat, para pemabuk kala itu, dan sejumlah faktor negatif
lainnya.
Berangkat dari
semua penjelas di atas, titik kulminasinya bahwa mendengarkan musik, selama
bukan ditimbulkan dari alat musik yang diharamkan dalam hadits, hukumnya
sah-sah saja, baik secara langsung maupun melalui perantara. Sebab itulah,
al-Ghazali menegaskan:
العَارِضُ الثَّانِي فِي الآَلةِ،
بِأَنْ تَكُوْنَ مِنْ شِعَارِ أهلِ الشَّرَفِ أو المُخَنِّثِيْنَ وَهِيَ المَزَامِيْرُ
وَالأَوْتَارُ وَطَبْلُ الكُوْبَةِ. فَهَذِهِ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ مَمْنُوْعَةٌ. وَمَا
عَدَا ذلِكَ يَبْقَى عَلىَ أَصْلِ الإِبَاحَةِ
Faktor yang kedua
adalah terkait dengan alat (musik) itu yang merupakan syiar para orang bejat
yakni mizmar (alat musik yang ditiup) dan watar (alat musik yang
dipetik) dan alat musik sejenis ketipung. Ketiga alat ini terlarang, sedangkan
yang lain tetap pada hukum asalnya, yakni boleh-boleh saja.[]
Oleh Afifuddin
0 Response to "Hukum Mendengarkan Musik Secara Langsung dan Melalui Perantara"
Posting Komentar